WRHASPATI TATTWA
PENGERTIAN WRHASPATI TATTWA
Wrhaspati Tattwa berasal dari kata “whraspati” dak
“Tattwa”, menurut beberapa sumber mengenai pengertian Wrhaspati adalah :
1.
“Wrhaspati “ berarti nama hari
yaitu hari yang ke lima dari Pancawara ( Radite, Soma, Anggara, Buda,
Wrhaspati, Sukra, Saniscara),”Dinas Pengajaran Propinsi Dati I Bali, tt :36-76”
2.
Nama seorang Bhagawan di Sorga,
Hal ini terdapat dalam Wrhaspati Tattwa Seloka 1 yang berbunyi sebagai berikut
:
Irikang kala bana sira
wiku ring swarga Bhagawad Whraspati ngaran ira sira ta maso mapuja di Bhatara.
Arti :
Pada saat itu ada seorang
petapa di sorga bernama Whraspati, Ia dating dan memuja Hyang Iswara.
Selanjutnya adalah arti kata Tattwa adalah sebagai berikut :
1.
Di dalam buku bersumber Tattwa
Darsana menyebutkan bahwa tattwa itu berarti “Kebenaran itu sendiri” (I Gede
Sura, tt : 24).
2.
Tat – twa
(itulah)intisari,kebenaran alam, kebenaran realitas
Berdasarkan beberapa pengertian tattwa di atas dapat di
simpulkan bahwa tattwa itu adalah kebenaran mutlak tentang ke-Tuhanan/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Tattwa adalah salah satu sumber ajaran agama Hindu,oleh
karena itu tak terlepas dari Weda. Jadi dengan telah didapatnya masing – masing
dari uraian Wrhaspati dan Tattwa dapatlah disimpulkan bahwa Wrhaspati Tattwa
berarti ajaran kebenaran / hakekat kebenaran Dharma dari Bhagawan Wraspati.
Ajarannya ini diterjemahkan dalam 74 seloka berbahasa Sansekerta yang di
terjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno.
Wrhaspati Tattwa mwrupakan naskah jawa kuno yang bersifat
realistis.Di dalam menyajikan ajarannya dirangkum dalam suatu mitologi yang
tujuannya untuk dipermudah ajaran itu dimengerti. Mengingat ajaran filsfat /
Tattwa yang tinggi seperti ini memang sulit untuk dimengerti. Wrhaspati Tattwa
sebagai ajaran untuk Umat Hindu di Bali memuat ajaran Yoga yang disebut dengan
Sadanggayoga. Tahapan – tahapan dari Sadanggayoga yang tradisi dari
Prathyahara, Dhyana, Pranayama, Dharana, Tarka, dan Samadi, Yoga ini di ambil
dari ajaran Yoga di India, yang disebut Astangga Yoga. Sedangkan tahapan awal
dari Astangga Yoga yaitu Yama dan Nyamasesungguhnya juga terdapat di dalam
Wrhaspati Tattwa yang di sebut dengan Dasa Sila. Yama dan Nyama atau Dasa Sila
dalam Wraspati Tattwa tidak disebutkan kedalam tingkatan Yoga. Hal ini
dilatarbelakangi oleh konsep berpikir Umat Hindu di Bali bahwa Dasa sila yang
merupakan pengendalian diri terhadap pertama(Panca Yama Bratha) dan
pengendalian diri terhadap kedua (Panca Nyama Bratha) tidak mesti dilaksanakan
oleh orang yang melaksanakan Yoga, tetapi oleh setiap penganut agama Hindu.
Itulah sebabnya Wrhaspati Tattwa dimuliakan diBali.
Dalam Wrhaspati Tattwa Tuhan disebut Parama Siwa atau
Iswara. Beliau Esa (Tunggal) adanya. Beliau Sadhu Sakti atau memiliki delapan
sifat kemahakuasaan beliau yang disebut Astaiswarya. Sifat kemahakuasaan Beliau
ini dilambangkan dengan bunga teratai yang berdaun delapan yang disebut dengan
Padmasana. Padmasana dianggap sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi (Brahman
,Parama Siwa atau Iswara) yang ada pada setiap Pura di Bali. Bunga Teratai yang
berdaun delapan melambangkan delapan penjuru mata angina yang masing – masing
kiblat ini di kuasai oleh Dewa. Diantara para Dewa itu ada disebut dengan Dewa
Nawa Sanga. Kata Dewa Nawa Sanga ini berasal dari kata Dewata yang berarti dewa
– dewa, Sanga berarti sembilan dan berarti Tinggi. Pulau Bali bagaikan bunga
teratai yang kedelapan penjuru mata angin dan satu di tengah – tengah yang
merupakan pusatnya berdiri pura yang merupakan pura Kahyangan Jagat. Pura
Khayangan Jagat ini berdiri dari delapan pura yang masing – masing ditepati
oleh Dewa yang merupakan perwujudan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Wrhaspati Tatwa adalah lontar yang tergolong tua. Lontar
ini menggunakan bahasa Sansekerta dan bahasa Jawa Kuna. Bahasa Sansekertanya
disusun dalam bentuk sloka, dan bahasa Jawa Kunanya disusun dalam bentuk bebas
(gancaran) sebagai penjelasan/terjemahan bahasa Sansekertanya. Lontar ini
menguraikan ajaran tentang kebenaran tertinggi yang bersifat Siwaistik.
Wrhaspati Tatwa berisi dialog antara seorang guru spiritual
yaitu Sanghyang Iswara dengan seorang sisia (siswa) spiritual yaitu Bhagawan
Wrhaspati. Di dalam Wrhaspati Tatwa disebutkan Hyang Iswara berstana di puncak
Gunung Kailasa yaitu sebuah puncak di Gunung Himalaya yan dianggap suci.
Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah orang suci yang merupakan guru dunia (guru
loka) yang berkedudukan di sorga. Dalam dialog itu, Sanghyang Iswara mencoba
menjelaskan kebenaran tertinggi tentang Siwa kepada Bhagawan Wrhaspati.
Kenyataan tertinggi itu ada dua yaitu Cetana (unsur
kesadaran) dan Acetana (unsur ketidaksadaran). Kedua unsur ini bersifat halus
dan menjadi sumber segala yang ada. Cetana itu ada tiga jenisnya yaitu
Paramasiwa Tatwa, Sadasiwa Tatwa, dan Siwa Tatwa yang disebut Cetana Telu.
Ketiganya tidak lain adalah Sanghyang Widhi sendiri yang berbeda tingkat
kesadarannya. Dibedakannya cetana itu menjadi tiga didasarkan atas tingkat
kesadaran yang dimiliki oleh masing-masing cetana. Paramasiwa memiliki tingkat
kesadaran tertinggi, Sadasiwa menengah, dan Siwa rendah. Tinggi rendahnya
tingkat kesadaran itu tergantung dari kuat tidaknya pengaruh Maya. Paramasiwa
adalah bebas dari pengaruh Maya, Sadasiwa mendapat pengaruh sedang-sedang saja,
sedangkan Siwa mendapat pengaruh Maya paling kuat. Lontar Wrhaspati Tatwa juga
mengajarkan jalan lain untuk mencapai Sanghyang Widhi (Sanghyang Wisesa) yaitu
dengan selalu memusatkan pikiran pada Dia (Yoga) melalui enam tahapannya yang
disebut Sadanggayoga. Yoga didasari dan dibangun oleh Dasasila. Lontar
wrhaspatitattwa menguraikan dialog antara seorang guru spiritual yaitu Sang
Hyang Iswara deng aseorang sisia ( murid ) spiritual yakni bhagawan Wrhaspati.
Sang Hyang Iswara berstani digunung kailasa, yaitu dipuncak gunung kailasa yang
suci. Bhagawan wrhaspati merupakan guru loka ( Guru suci dunia ).
Dalam dialog tersebut dinyatakan bahwa kenyataan yang
tertinggi ada dua yang disebut Cetana dan Acetana. Cetana merupakan unsur widya
( unsur kesadaran ), yaitu hakikat yang tidak terpengaruh oleh ketidaksadaran
dan bersifar abadi, artinya bersifat kokoh tidak dapat digoyahkan, dan tidak
dapat disembunyikan. Acetana merupakan unsur awidya ( unsur ketidaksadaran )
yaitu tanpa pengetahuan, bersifat seperti batu. Kedua unsur ini bersifat halus
dan menjadi sumber segala yang ada. Apabila cetana dan acetana bertemu maka
akan muncul seluruh tattwa, yaitu tattwa asal ( pradanatattwa ), trigunatattwa,
budhitattwa, ahamkaratattwa, karmendryatattwa, pancamahabhutatattwa, yang semua
itu disebut dengan sarwa tattwa.
Ada tiga bentuk cetana yaitu : paramasiwatattwa,
sadasiwatattwa, dan siwatattwa. Ketiga tattwa ini di sebut dengan cetana telu,
yang merupakan tiga tingkat kesadaran. Paramasiwatattwa memiliki kesadaran
tertinggi, sadasiwatattwa memiliki kesadaran menengah, sednagkan siwatattwa
memiliki kesadaran terendah. Tinggi rendahnya taraf kesadran itu tergantung
pada kuat lemahnya pengaruh mayatattwa ( acetana ) terhadap cetana.
Paramasiwatattwa bebas dari pengaruh mayatattwa, sadasiwatattwa dipengaruhi sedang
– sedang saja, sedangkan siwatattwa sangat dipengaruhi oleh mayatattwa. Paramasiwatattwa
adalah bhatar siwa yang niskala, Tuhan yang serba tidak, tidak terikat oleh
ruang dan waktu, memenuhi alam semesta, sama sekali tidak terpengaruh oleh
mayatattwa, kerena itu disebut dengan nirguna brahma. Ia adalah perwujudan
sepi, suci murni, kekal abadi, tanpa aktivitas. Paramasiwatattwa merupakan
iswara tidak dapat diukur, tidak berciri, tidak dapat dibandingkan, yidak
tercemar tidak tampak, ada dimana – mana, abadi tetap, dan tidak berkurang. Ia
tidak dapat diukur dalam arti beliau tiada akhir. Ia tidak berciri karena tidak
memiliki ciri. Ia tidak dapat dibandingkan karena tidak ada yang seperti Ia. Ia
tidak tercemar karena tidak ternoda. Ia tidak tampak karena Ia tidak dapat
dilihat. Ia ada dimana – mana karena Ia ada dalam segala benda. Ia tetap karena
ia tidak bergerak.
Paramasiwatattwa kemudia mulai terpengaruh maya, pada saat
ini Ia terpengaruh oleh sakti, guna, dan swabawa, yang merupakan hokum
kemahakuasaan sadasiwa. Ia memiliki kekuatan untuk memenuhi segala
kehendalkNya. Ia digambarkan dengan perwujudan aksara suci AUM ( OM ). Ia aktif
dengan segala ciptaannnya, karena itu disebut sagua brahman. Ia memenuhi
segalanya. Ia maha pencipta, pelebur, pengasih, bersinar abadi, maha tahu, ada
dimana – mana. Bagi orang yang tidak memiliki tempat berlindung, Ia merupakan
ayah, ibu, saudara. Ia merupakan penawar bagi rasa sakit. Ia duduk diatas
padmasana. Padmasana adalah lambing saktinya ( kekuatan ). Beliau memiliki empat
kemahakuasaan yang disebut cadu sakti, yakni prabhu sakti ( maha kuasa ), wibhu
sakti ( maha ada ), jnana sakti ( maha tahu ), krya sakti ( maha karya ).
Sadasiwa bergelar sebagai bhatara adi pramana, bhatara jagatnata, bhatara guru,
dan sebagaiannya. Siwatattwa bersifat bening tanpa dosa, terang suci dan jelas.
Jika ia dinodai oleh ketidak sadaran karena dipengaruhi oleh maya, kekuatanya
akan hilang. Sakti berarti tahu segalanya dan mengerjakan segalanya. Mayatattwa
melambangkan kehampaan dan merupakan perwujudan ketidaksadaran. Ia sama dengan
siwatattwatetapi tidak sadar.jika siwatattwa tidak maha kuasa dan maha pencipta
maka ia disebut dengan atman, yang artinya kesadaran yang telah mabuk.
Atmatattwa sangat luas, maka itulah mayatattwa yang sangat padat seperti tawon
yang berjejal –jejal dalam sarangnya.
Maya dapat di ibaratkan sarang tawon, sedangkan atman
sebagai tawon muda yang tergantung, muka menghadap kebawah ( adhomuka ). Atman
menghadap kebawah tanpa mengetahui tattwa di atasnya. Kekuatan Tuhan yang
menggerakan mayatattwa menimbulkan pradanatattwa. Atman lenyap menjadi tidak
sadar, ia menjadi acetana karena tidak merasa dimasuki pradanatattwa. Itulah
yang menyebabkan ketidaksadaran atman. Sedangkan pradanatattwadigerakkan Tuhan
dengan saktinya yakni krya sakti dan lahirlah tri guna : sattwam rajas, dan
tamas. Sattwam bersifat terang dan bersinar, rajas berubad – ubah, tamas berat
dan kabur. Ketiga sifat ini mewarnai setiap pikiran. Pikiran yang terang dan
bersinar adalah sattwam, pikiran yang berubah – ubah merupakan rajas, dan
pikiran yang berat dan keruh adalah tamas.pikiran merypakan sumber ketenangan,
surge dan neraka, eksistensi hewan dan wijud manusia. Pikiranlah yang
menyebabkan atman masuk sorga atau neraka. Pikiran yang menyebabkan kelahiran
sebagai manusia atau sebagai binatang. Pikiran pula yang dapat menghantarkan
manusia mencapai pembebasan. Kejujuran, kelembutan, kebebasan, keagungan,
kekuatan, ketangkasan, kehalusan, keindahan, adalah pikiran sattwika.
Kekejaman keangkuhan, keangkuhan, kekerasan,kegarangan,
keserakahan, ketidak-mantapan, kebengisan, dan kecerobohan, adalah sifat rajas.
Hati bersifat bengis, prilaku penuh amarah dan menakutkan, angkuh dan suka
kekerasan, garang dan serakah, ceroboh dan kurang hati – hati merupakan sifat
rajas. Kemalasan, sifat pengecut, kelesuan, pembunuhan, kesembronoan,
kesedihan, kebisuan, sifat merugikan, keterlibatan, merupakan sifat – sifat
tamas. Pikiran tamas dihinggapi rasa takut, leleh, tidak suci, suka mengantuk,
cenderung berkata bohong, ingin membunuh, tidak hati – hati dan murung, serta
muka tampak kasar. Ketiga guna ini : sattwam rajas, tamas, meliputi atman.
Pikiran sattwam menyebabkan atman mencapai moksa karena ia suci. Ialah yang
menyebabkan ajaran agama terlaksana dan ajaran para guru. Hanya bila sattwan
sama kekuatannya dengan rajas mak dharma dapat dilakukan. Karena kehadiran
kedua sifat tersebutlah dharma dapat terlaksana. Dengandemikian manusia akan
mencapai sorga karena sattwam membuat keinginan baik, dan rajas melaksanakan keinginan
itu.
Apabila tri guna itu berimbang maka lahirlah manusia,
karena ketiganya bekerja satu sama lain. Apabila pikiran dikuasai rajah, maka
kekuatan marah yang bekerja sehingga kelakuan jahat yang akan selalu diperbuat.
Hal ini mengakibatkan manusia masuk kealam neraka dan mendapatkan siksaan si
sana. Jika pengaruh tamah dominan maka pikiran menjadi malas dan bingung. Hal
ini membuat atman menjelma menjadi hewan dan tumbuhan. Atman yang ada dalam
hewan adalah janggama, yang apabila dalam hidupnya tidak melaksanakan dharma,
maka akan menjelma menjadi tumbuhan yang disebut stawara.
Nilai – Nilai Yang Terkandung Dalam Lontar Whraspati Tattwa
1. NILAI PENDIDIKAN
Pengertian pendidikan agama Hindu menurut hasil Seminar Kesatuan Tafsir tentang aspek – aspek agama Hindu dapat dibedakan menjadi dua, yakni pendidikan agama Hindu di Sekolah dan pendidikan agama Hindu di luar sekolah. Pendidikan agama Hindu diluar sekolah merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat dengan ajaran agama Hindu itu sendiri sebagai pokok materi, ”Sedangkan pendidikan agama Hindu di sekolah ialah suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa raga anak didik sesuai dengan ajaran agama Hindu” (Parisada Hindu Dharma Pusat, 1985 – 1986b: 23 – 24). Pendidikan Hindu sangat menunjang tujuan pendidikan nasional yaitu pembangunan sepiritual umat Hindu khususnya sehingga tercapainya kerukunan antar umat beragama.Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup menyendiri maka itu manusia hidup berkelompok, Membentuk masyarakat dan bernegara.
Demikian pula halnya masyarakat Indonesia hidup bernegara yang berdasarkan Pancasila dan setiap warga Negara Indonesia harus hidup dengan memeluk agama tertentu yang di akui di Indonesia. Nilai – nilai agama hanya dapat di lakukan dengan proses pendidikan. Jadi Agama dengan pendidikan tidak bisa terlepaskan dalam kehidupan ini. Manusia juga di sebut dengan mahluk pribadi karena perbedaan pada penampilan fisik,bakat, minat, dan kemampuan.manusia berhubungan erat dengan pendidikan, karena manusia perlu dididik dan sewaktu – waktu dapat ditunjukan dengan mendidik, maka dari itu manusia juga di sebut mahluk yang harus mendapat pendidikan. Pentingnya pendidikan atau pentingnya ilmu pengetahuan banyak diuraikan di dalam pustaka suci seperti Bhagawadghita, Sarasamuscaya, Rg. Weda dan di dalam beberapa pustaka Upanisad yang merupakan uraian ilmu tentang Weda. Dan Weda merupakan kumpulan bentuk dari ilmu pengetahuan. Weda secara etimologi berasal dari urat kata “Vid”(Sansekerta) yang berarti tahu,Pengetahuan atau terang. Sedangkan Upanisad berarti duduk di bawah dekat guru mendengarkan ajaran – ajaran suci kerohanian.Keyakinan dalam agama Hindu, bahwa setiap orang yang lahir ke dunia ini memang perlu untuk dididik. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pendidikan sebelum lahir, yakni yang diwujudkan dalam simbolis upacara “Magedong – gedong”, dan pelaksanaan sehari – hari pendidikan sebelum lahir diwujudkan lewat prilaku orang tua, yakni yang menekankan pada pengendalian diri. Selain itu dalam agama Hindu dikenal sebuah tradisi yang disebut “Samakara” yang mengandung arti pembersihan dan lain sebagainya. (C. Pudja, KA.SH., 1983 : 31). Samskara ini berasal dari kata ‘Samkraghan’ yang dapat diterjemahkan dengan pendidikan. Samakara ini dapat diwujudkan dengan sebuah upacara misalnya upacara kepus pungsed,upacara satu bulan tuju hari(tujuh bulanan),otonan, potong gigi,sampai upacara pernikahan.
2.
NILAI
KETUHANAN
Kendatipun
atma merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi namun ia tidak lagi menyadari
asalnya karena adanya belenggu Avidya yang ditimbulkan karena adanya pengaruh
Maya. Adanya pengaruh Maya terhadap Atma menyebabkan Atma dalam lingkaran
sorga-neraka-samsara yang berulang-ulang. Atma akan dapta bersatu kembali pada
asalnya, apabila semua karmanya selaras dengan Catur Isvarya, Panca Yama Brata,
Panca Niyama Brata, dan Astasiddhi.
Bilamana
dalam segala karmanya bertentangan dengan ajaran-ajaran diatas, maka atma akan
tetap berada dalam lingkaran reinkarnasi atma sangat banyak tergantung pada
karma wasana atma pada saat penjelmaanya terdahulu. Untuk mengakhiri lingkaran
reikarnasi itu, vrhaspatitatva menyarankan setiap orang harus menyadari hakikat
ketuhanan dalam dirinya. Hal ini dilakukan dengan cara mempelajari segala
“Tattva” atau “Jnanabhyudreka”, tidak tenggelam dalam kesenangan hawa nafsu
“Indriyayogamarga” dan tidak terikat pada pahala-pahala baik atau buruk
“Trsnadosaksaya” sebagai persyaratan untuk memperoleh kelepasan(Moksa).
Berdasarkan uraian tentang isi Vrhaspatitattva diatas, maka ajaran teologi
dalam kitab ini adalah Teologi Impersonal God, Tuhan Yang Maha Esa tidak
berpribadi, ia disebut Sang Hyang Siva sebagai pencipta pemelihara, dan pelebur
kembali seluruh alam semesta dan segala isinya, yang dapat didekati melalui
jalan Yoga atau Yogamarga.
tolong daftar pustaka juga dicantukan di blog, bila memang mengutif dari blog lain, tolong cantumkan juga link blog'nya
BalasHapusthangks..
Tulisan ini tidak sesuai dengan judulnya, namun demikian bisa menjadi bahan bacaan namun tidak bisa dijadikan rujukan karena tidak jelas disitasi dari mana
BalasHapusOm swastiastu adakah arti asli dari sloka sansekerta whraspati tattwa
BalasHapus