Pages

Sabtu, 26 September 2015

MOKSA MENURUT FILSAFAT JAINA



Pengertian Moksa dalam Filsafat Jaina
Bila belenggu, berarti jiwa bersosialisasi dengan benda materiil, maka kelepasan harus berarti terhentinya asosiasi ini secara mutlak antara jiwa dan benda materiil. Hal ini dapat dilaksanakan dengan dua jalan yaitu Samvara dan Nirjara. Samvara berarti menghentikan arus masuk benda materiil baru kedalam jiwa sedangkan Nirjara adalah menghilangkan secara total seluruh percampuran yang telah terjadi antara benda materiil dan jiwa.
Kita telah mengetahui nafsu menjurus kepada asosiasi jiwa dengan benda materiil. Nafsu itu muncul karena ketidak tahuan (awidya) ketidak tahuan kita tentang sifat sejati jiwa dan benda-benda materiil yang menyebabkan timbulnya amarah,angkuh, birahi, dan lobha.
Hanya pengetahuan yang dapat menghapus ketidaktahuan. Kaum jaina selalu menekankan kepada kita betapa pentingnya kita memiliki pengetahuan yang benar (Samyagjnyana). Atau pengetahuan tentang kebenaran. Pengetahuan yang  benar ini dapat kita capai dengan mepelajari secara tekun dan berhati-hati ajaran Guru (tirthankara).
 Pokok-pokok Ajaran dalam Filsafat Jaina
a.       Samyag -darsana
b.      Samyag -jnana
c.       Samyag-Caritra
Dalam prilaku yang benar seseorang harus mengendalikan nafsunya, indiria-indira, pemikiran, perkataan serta tingkah lakunya dengan tuntunan pengetahuan yang benar. Umasvami menyatakan ajaran pokok jaina yaitu: Jalan menuju pembebasan berdasar pada keyakinan pengetahuan dan prilaku yang benar (samyag-darsana jnana-caritrani moksa margah). Pembebasan merupakan akibat dari gabungan ketiganya ini.
a.      Keyakian yang benar (samyag darsana)
Umasvami mendefinisikan keyakian yang benar sebagai sikap hormat (sraddha) terhadap kebenaran. Keyakinan ini dapat berupa pembawaan dan spontanitas pada beberapa orang, sedangkan bagi yang lain mungkin harus diperoleh dengan belajar. Dalam hal manapun keyakian hanya dapat muncul apabila karma-karma yang menghalangi (kecendrungan yang menyebabkan ketidak yakinan) dilepaskan.
b.      Pengetahuan yang benar (samyag-jnana)
Seperti yang dijelaskan dalam Dravya sangraha  pengatahuan merupakan pengenalan yang diperinci  tentang sifat sejati dari ego serta non ego serta terbebas dari keragu-raguan, kesalahan dan ketidak pastian. Untuk mencapai pengatahuan yang sempurna pelepasan karma-karma inilah  yang harus dilakuakan. Kesempurnaan proses ini berakhir dalam pencapaian kemahatahuan mutlak.
c.       Prilaku yang benar (Samyag-caritra)
Prilaku yang baik secara singkat diuraiakan dalam Dravya singraha, sloka 45 sebagai penghindaran dari apa-apa yang berbahaya dan dengan melakukan apa yang bermanfaat. Dalam sebuah kata, ia merupakan apa-apa yang membantu sang diri untuk dapat melepaskan karma-karma yang membawanya pada keterikatan dan penderitaan.
Guna penghentian karma baru dan pemberantasan karma yang sudah usang, seseorang harus:
1.      Melakukan lima brata besar (panca mahavrata)
2.      Melaksanakan kewaspadaan ekstrim (Samiti)
3.      Melakukan pengekangan (Gupti)
4.      Melakukan 10 dharma dari jenis yang berbeda.
Para pengikut jaina lebih memilih jalan yang pertama untuk mencapai kelepasan. Yaitu dengan jalan Panca Mahavrata

 Bagian-bagian Panca Mahavrata
1.      Ahimsa (Menghindari Segala Macam Kekerasan Terhadap Kehidupan)
Seperti yang telah kita saksikan hehidupan bukan hanya ada pada keberadaan yang bergerak saja, akan tetapi juga pada keberadaan yang tak bergerak. Sikap ahimsa kaum jaina merupakan akibat logis dari teori metafisika tentang kesamaan potensial dari seluruh roh dan pengakuan tentang prinsip timbal balik, yaitu kita harus memperlakukan yang lain seperti harapan kita yang lain memperlakukan kita.
2.      Satyam (Menghindar dari Kebohongan)
Kejujuran bukan hanya membicarakan apa yang nyata, tetapi membicarakan apa yang nyata dan juga baik dan menyenangkan.
3.      Asteyam (Menghindari untuk Mencuri)
Vrata ini terkandung dalam sikap tidak mengambil apa-apa yang diberikan. Kesucian dan proprti orang lain, seperti halnya nyawa, diakui oleh jaina. Penulis jaina dengan jenaka menyatakan bahwa kekayaan itu tiada lain merupakan nyawa bagian luar seseorang dan mencuri kekayaan sama saja dengan mencuri nyawanya
4.      Brahmacaryam ( Menghindar dari Kemanjaan Diri)
Vrata ini umumya ditafsirkan sebagai vrata pembujangan. Tetapi Jaina memberi arti yang lebih dalam.
5.      Aparigraha (Menghindar dari Segala Keterikatan)
Vrata menjelaskan untuk melepaskan segala bentuk keterikatan dari kelima indria-indria yang melekat.
Dari pembahasan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran moksa dalam filsafat Jaina menekankan pengetahuan sebagai dasar didalam mendapatkan suatu kelepasan atau moksa. Pengetahuan hanya didapat dengan belajar secara bersungguh-sungguh ajaran dari guru suci atau Thirtankara. Tirtahnkara merupakan seorang guru suci yang telah mencapai moksa dan menjelma kembali kedunia untuk menyelamatkan manusia dari kelahiran yang berulang-ulang.
Tiga pokok yang menjadi patokan dalam mencapai moksa yang pertama adalah keyakinan yang benar, keyakinan yang benar akan meratakan jalan menuju pengetahuan yang benar dan keduanya tidak akan berarti apabila tanpa tindakan yang benar. Tindakan yang benar atau prilaku yang benar yang dimaksud adalah Melakukan lima brata besar (panca mahavrata), Melaksanakan kewaspadaan ekstrim (Samiti), Melakukan pengekangan (Gupti), Melakukan 10 dharma dari jenis yang berbeda. Moksa akan tercapai apabila ketiganya dapat dicapai antara keyakinan yang benar, pengetahuan yang benar dan prilaku yang benar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar