Pengertian Moksa dalam Filsafat
Jaina
Bila
belenggu, berarti jiwa bersosialisasi dengan benda materiil, maka kelepasan
harus berarti terhentinya asosiasi ini secara mutlak antara jiwa dan benda
materiil. Hal ini dapat dilaksanakan dengan dua jalan yaitu Samvara dan Nirjara. Samvara berarti menghentikan arus masuk benda materiil
baru kedalam jiwa sedangkan Nirjara adalah menghilangkan secara total seluruh
percampuran yang telah terjadi antara benda materiil dan jiwa.
Kita
telah mengetahui nafsu menjurus kepada asosiasi jiwa dengan benda materiil.
Nafsu itu muncul karena ketidak tahuan (awidya) ketidak tahuan kita tentang
sifat sejati jiwa dan benda-benda materiil yang menyebabkan timbulnya
amarah,angkuh, birahi, dan lobha.
Hanya
pengetahuan yang dapat menghapus ketidaktahuan. Kaum jaina selalu
menekankan kepada kita betapa pentingnya kita memiliki pengetahuan yang benar (Samyagjnyana).
Atau pengetahuan tentang kebenaran. Pengetahuan yang benar ini dapat kita capai dengan mepelajari
secara tekun dan berhati-hati ajaran Guru (tirthankara).
Pokok-pokok Ajaran dalam Filsafat
Jaina
a. Samyag
-darsana
b. Samyag
-jnana
c. Samyag-Caritra
Dalam
prilaku yang benar seseorang harus mengendalikan nafsunya, indiria-indira,
pemikiran, perkataan serta tingkah lakunya dengan tuntunan pengetahuan yang
benar. Umasvami menyatakan ajaran pokok jaina yaitu: Jalan menuju pembebasan
berdasar pada keyakinan pengetahuan dan prilaku yang benar (samyag-darsana
jnana-caritrani moksa margah). Pembebasan merupakan akibat dari gabungan
ketiganya ini.
a.
Keyakian yang benar (samyag
darsana)
Umasvami
mendefinisikan keyakian yang benar sebagai sikap hormat (sraddha) terhadap
kebenaran. Keyakinan ini dapat berupa pembawaan dan spontanitas pada beberapa
orang, sedangkan bagi yang lain mungkin harus diperoleh dengan belajar. Dalam
hal manapun keyakian hanya dapat muncul apabila karma-karma yang menghalangi
(kecendrungan yang menyebabkan ketidak yakinan) dilepaskan.
b.
Pengetahuan yang benar
(samyag-jnana)
Seperti
yang dijelaskan dalam Dravya sangraha
pengatahuan merupakan pengenalan yang diperinci tentang sifat sejati dari ego serta non ego
serta terbebas dari keragu-raguan, kesalahan dan ketidak pastian. Untuk
mencapai pengatahuan yang sempurna pelepasan karma-karma inilah yang harus dilakuakan. Kesempurnaan proses
ini berakhir dalam pencapaian kemahatahuan mutlak.
c.
Prilaku yang benar (Samyag-caritra)
Prilaku
yang baik secara singkat diuraiakan dalam Dravya singraha, sloka 45
sebagai penghindaran dari apa-apa yang berbahaya dan dengan melakukan apa yang
bermanfaat. Dalam sebuah kata, ia merupakan apa-apa yang membantu sang diri
untuk dapat melepaskan karma-karma yang membawanya pada keterikatan dan
penderitaan.
Guna
penghentian karma baru dan pemberantasan karma yang sudah usang, seseorang
harus:
1. Melakukan
lima brata besar (panca mahavrata)
2. Melaksanakan
kewaspadaan ekstrim (Samiti)
3. Melakukan
pengekangan (Gupti)
4. Melakukan
10 dharma dari jenis yang berbeda.
Para
pengikut jaina lebih memilih jalan yang pertama untuk mencapai kelepasan. Yaitu
dengan jalan Panca Mahavrata
Bagian-bagian Panca Mahavrata
1. Ahimsa (Menghindari Segala Macam Kekerasan Terhadap
Kehidupan)
Seperti yang telah kita
saksikan hehidupan bukan hanya ada pada keberadaan yang bergerak saja, akan
tetapi juga pada keberadaan yang tak bergerak. Sikap ahimsa kaum jaina
merupakan akibat logis dari teori metafisika tentang kesamaan potensial dari
seluruh roh dan pengakuan tentang prinsip timbal balik, yaitu kita harus
memperlakukan yang lain seperti harapan kita yang lain memperlakukan kita.
2.
Satyam (Menghindar dari Kebohongan)
Kejujuran bukan hanya membicarakan apa yang nyata,
tetapi membicarakan apa yang nyata dan juga baik dan menyenangkan.
3.
Asteyam (Menghindari untuk Mencuri)
Vrata
ini terkandung dalam sikap tidak mengambil apa-apa
yang diberikan. Kesucian dan proprti orang lain, seperti halnya nyawa, diakui
oleh jaina. Penulis jaina dengan jenaka menyatakan bahwa kekayaan itu tiada
lain merupakan nyawa bagian luar seseorang dan mencuri kekayaan sama saja
dengan mencuri nyawanya
4. Brahmacaryam
( Menghindar dari Kemanjaan Diri)
Vrata
ini umumya ditafsirkan sebagai vrata
pembujangan. Tetapi Jaina memberi arti yang lebih dalam.
5.
Aparigraha (Menghindar dari Segala Keterikatan)
Vrata
menjelaskan untuk melepaskan segala bentuk
keterikatan dari kelima indria-indria yang melekat.
Dari
pembahasan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran moksa
dalam filsafat Jaina menekankan pengetahuan sebagai dasar didalam mendapatkan
suatu kelepasan atau moksa. Pengetahuan hanya didapat dengan belajar secara
bersungguh-sungguh ajaran dari guru suci atau Thirtankara. Tirtahnkara merupakan seorang guru suci yang telah
mencapai moksa dan menjelma kembali kedunia untuk menyelamatkan manusia dari
kelahiran yang berulang-ulang.
Tiga pokok yang menjadi patokan
dalam mencapai moksa yang pertama adalah keyakinan yang benar, keyakinan yang benar
akan meratakan jalan menuju pengetahuan yang benar dan keduanya tidak akan
berarti apabila tanpa tindakan yang benar. Tindakan yang benar atau prilaku
yang benar yang dimaksud adalah Melakukan lima brata besar (panca mahavrata),
Melaksanakan kewaspadaan ekstrim (Samiti), Melakukan pengekangan (Gupti),
Melakukan 10 dharma dari jenis yang berbeda. Moksa akan tercapai apabila
ketiganya dapat dicapai antara keyakinan yang benar, pengetahuan yang benar dan
prilaku yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar